16/07/2016

DIY: Strategi #7 - Sembilan Cara Meningkatkan Pengunjung Museum

Suatu ketika adik saya mendapat tugas mengerjakan sebuah case study dari dosennya. Studi kasus itu diambil dari sebuah buku pelajaran berbahasa asing, mengisahkan tentang sebuah museum di Helsinki, Finlandia, yang bernama Museum of Art and Design. Museum ini ternyata sangat ramai dikunjungi orang, menjadikannya salah satu dari 5 museum di Finlandia (dari total 1000 museum yang ada) yang sukses mencatatkan lebih dari 100.000 orang pengunjung. 

Artikelnya nggak panjang, tapi waktu baca itu, saya malah dapat wawasan baru seputar strategi yang mereka gunakan untuk menarik banyak pengunjung ke sana. Berikut saya coba tuliskan garis besarnya secara singkat dalam beberapa poin, siapa tahu bisa jadi inspirasi untuk museum-museum di Indonesia yang nggak terlalu populer dikunjungi orang.
Ilustrasi karya seni - sepeda dari serial "Winata Sonata" di Pulau Nami, Korea Selatan.

Sedikit Background tentang Museum Ini:

MUSEUM OF ART AND DESIGN merupakan museum kecil milik swasta yang terletak di pusat Helsinki. Museum yang memiliki spesialisasi "design and industrial art" ini menempati sebuah bangunan abad ke-19 berlantai tiga yang dulunya digunakan sebagai sekolah. Ditemukan di awal abad ke-20 dimana tujuan awalnya adalah untuk mendidik masyarakat mengenai desain. Sempat fokus di desain khas Finlandia, tapi belakang ini semakin melihat ke luar dan seringkali mengadakan pameran internasional. Museum ini dimiliki secara pribadi oleh sebuah yayasan, tapi menerima 60% dananya dari pendanaan pemerintah. 40% sisanya berasal dari pendapatan operasional. Museum ini mengambil tema yang menjembatani masa lalu dan masa depan. Pelanggannya terdiri dari orang desain profesional dan orang awam. Pesaing utama museum adalah museum-museum yang terspesialisasi seperti Design Forum, the University of Design Museum, dan the Finnish National Museum.


Sejumlah Strategi yang Digunakan oleh Museum Ini:

1. Seperti yang telah disebutkan di atas, meski awalnya sempat fokus di desain khas Finlandia, tapi belakangan ini semakin melihat ke luar dan seringkali mengadakan pameran internasional. Misalnya, pernah di saat musim semi, museum ini mendatangkan Dalai Lama ke Finlandia untuk sebuah pameran Tibet yang besar.
2. Museum ini mengadakan pameran untuk koleksinya sendiri, serta juga mengadakan pameran bagi museum lain, baik itu museum asing maupun museum di Finlandia. Museum ini mengupayakan tiga atau empat pameran besar dalam setahun di samping menyediakan ruang bagi sejumlah pameran yang lebih kecil dan koleksi pribadinya sendiri.
3. Ada juga kafe pribadi dan toko souvenir yang dimiliki oleh yayasan museum.
4. Meningkatnya penekanan akan sisi kultural semakin menarik minat pengunjung yang lebih luas (sebelumnya pengunjung tipikalnya merupakan wanita paruh baya).
5. Melakukan renovasi yang signifikan pada bangunan.

6. Museum ini dulunya tidak pernah memiliki staff PR (public relations). Kemudian managing director yang baru memperkerjakan seorang manajer komunikasi. Iklan yang dibuat di sebuah tahun saja = jumlah iklan yang pernah dibuat selama 20 tahun terakhir. Ini menunjukkan upaya untuk meningkatkan visibilitas museum.
7. Pendapatan museum berasal dari penjualan tiket masuk, cafe, toko cinderamata, dan berbagai event lainnya yang diadakan oleh museum sehubungan dengan pameran yang diadakan. Misalnya, ketika mengadakan pameran tentang anggur (wine), museum ini juga memberikan mata kuliah seputar anggur dan acara mencicipi anggur di sore hari.
8. Museum ini memiliki sebuah perhimpunan tertutup bernama Friends of the Museum yang menyediakan dana bagi museum untuk membeli lebih banyak benda untuk menambah koleksi pribadinya.
9. Melakukan audit yang disebut dengan walk-through audit atau WtA. Audit dilaksanakan oleh sebuah tim mahasiswa MBA dari Helsinki School of Economics and Business Administration. WtA adalah sebuah survei berbentuk kuesioner yang dipakai untuk mengevaluasi sebuah jasa dari perspektif pengalaman pelanggan. Survei yang sama juga dibagikan kepada manager dan staff (suruh mereka isi seakan-akan mereka adalah pelanggan, selain juga mewawancarai mereka) untuk mengidentifikasi "celah" persepsi antara manager dan pelanggan. Hal-hal yang disurvei antara lain adalah mengenai:
  • Awareness akan pameran (pengunjung dapat info darimana soal pameran: apakah dari koran, majalah, radio, mulut ke mulut, dsb) >> yang paling efektif selanjutnya bisa jadi media yang okeh buat next time bikin iklan;
  • Informasi (apakah para staff museum telah menjadi sumber informasi yang baik bagi pengunjung dan apakah penjelasan dan informasi terkait barang-barang yag dipamerkan sudah jelas dan cukup tersedia bagi pelanggan);
  • Pengalaman (apakah pengunjung menyadari atau menghargai aspek/dimensi lain dalam pameran seperti musik, penataan koleksi, proses demonstrasi, interaksi dengan staff, dan hal-hal lainnya yang melibatkan panca indera);
  • Kebiasaan pengunjung (apakah pengunjung sering datang sendiri atau datang bersama orang lain, serta apakah pengunjung mengitari seluruh bagian pameran, baik itu pameran yang utama maupun koleksi yang dipajang secara permanen, ataukah hanya sejumlah bagian pameran saja yang menarik minatnya);
  • Fasilitas (makanan, pilihan merchandise, petunjuk arah, dan kebersihan toilet); serta
  • Bahasa (info dalam museum ini terutama disajikan dalam bahasa Finlandia dan Swedia; sehingga perlu mensurvei pelanggan apakah mereka adalah native speaker atau bukan, baik saat musim biasa atau musim liburan, guna mengetahui apakah bahasa adalah masalah besar bagi museum ini)

Source of Inspiration:
Buku "Service Management: Operations, Strategy, Information Technology" - Bab 6 - Case 6.3 (Fitzsimmons, J.A., dan Fitzsimmons, M.J.).


EmoticonEmoticon